Ancaman pembunuhan, pengepungan, penculikan, ajakan duel di tempat, hingga penghadangan dengan pohon yang dirobohkan dialami Sony dan timnya karena mengajar mengemudi yang benar.
Sony Susmana bicaranya halus, dan orangnya simpatik. Ia adalah pendiri sekaligus pengajar senior di Safety Defensive Consultant Indonesia atau biasa disingkat SDCI, sebuah lembaga pelatihan mengemudi (safety driving) yang berdiri sejak 2007.
Ia dan timnya telah mengajar Paspampres, kepolisian, hingga berbagai perusahaan. Bukan hanya bagaimana mengemudi mobil, tapi juga mengemudi forklift, truk, bus, dan heavy duty equipment lainnya.
Bertemu dengannya, kita tidak akan menyangka kalau usianya sudah menginjak 50 tahun. Penggemar olah raga bela diri ini kelihatan tegap dan lincah.
Kepada Autoblarr ia berbagi beberapa kisah dramatis yang pernah dialaminya sebagai instruktur safety driving. Berikut ini ceritanya.
DICULIK DAN DIBAWA KE TENGAH LAUT
Tahun 2007, salah satu anggota trainer SDCI diculik dan disandera dengan mata tertutup dan tangan terikat. Menurut pengakuannya, ia ada di atas perahu dan mencium bau air laut, sepertinya mau di buang ke laut.
Pangkal masalahnya, ada seorang pegawai sebuah perusahaan yang terindikasi tidak lulus pelatihan mengemudi. Bila benar-benar tidak lulus, maka ia bisa kehilangan pekerjaannya. Ia pun melakukan penculikan itu dan minta diluluskan. Kalau tidak diluluskan, anggota trainer SDCI tersebut diancam akan dilempar ke laut.
Sony bersama security dan pihak HSE (health, safety, and environment) perusahaan pun melakukan negosiasi. Intinya adalah memberi kesempatan sekali lagi kepada si pegawai untuk mengikuti pendidikan mengemudi dengan lebih serius.
Negosiasi berhasil dan trainer tersebut dilepaskan. “Namun ia sempat shock dan waktu itu enggan melatih ke luar Jakarta lagi,” imbuh Sony.
Baca juga: Sudah Direkayasa tapi Kenapa Puncak Masih Macet Parah?
Kisah lainnya, tahun 2013, di daerah pedalaman, di sebuah perusahaan pertambangan, beberapa karyawan tidak lulus assessment mengemudi. Saat hari kepulangan tim trainer, rombongan SDCI dihadang di tengah perjalanan (hutan dan sepi, jam 5 pagi) dengan cara merobohkan sebuah pohon di tengah jalan untuk menghadang mobil tim SDCI. Mereka menuntut kelulusan.

Sekali lagi, Sony pun menyelesaikannya dengan negosiasi, dibantu oleh pihak perusahaan.
Baca juga: Kisah Didit, Anak Prabowo Subianto, yang Merancang BMW Seri 7
TEBASAN PEDANG SAMURAI
Cerita lainnya, tahun 2014, ketika tim SDCI mendapat tugas melakukan assessment terhadap karyawan yang bertugas mengemudi di perusahaan tambang yang lain. Salah satu dari peserta tidak memenuhi syarat kelulusan karena tidak serius mengikuti prosedur yang ditentukan oleh SDCI.
Ketika dinyatakan tidak lulus, 5 jam kemudian (sore harinya) datanglah yang bersangkutan beserta keluarganya (7 kendaraan) mengepung jalur keluar masuk site tambang dengan membawa tuntutan agar diluluskan (dapat bekerja). Lagi-lagi dalam situasi seperti itu, negosiasi yang diutamakan.

Sementara itu, tahun 2015, ada salah seorang karyawan yang tidak memenuhi syarat lulus karena faktor agresif. Kakak yang bersangkutan (anggota TNI) dengan sedikit marah dan kesal mendatangi kantor SDCI di Jakarta.
“Setelah diberikan penjelasan secara baik-baik duduk persoalannya, kakaknya justru mendukung keputusan kami dan meminta maaf atas kelakuan adiknya,” tutur Sony.
Yang terbaru, tahun 2017 di perusahaan yang lain, 3 orang karyawan yang tidak memenuhi syarat kelulusan dan terkena pengurangan pegawai, mengamuk dengan mengobrak-abrik kantor perusahaan mereka dengan menggunakan parang dan pedang samurai. Bahkan salah satu manajernya tertebas dibagian tangannya.
Baca juga: Ribut-ribut Klaim Karawang ke Semarang Hanya 4,5 Jam, Apa Kata Ahlinya?
DIAJAK DUEL DI TEMPAT
“Banyak masalah yang timbul dari tugas yang kami lakukan selama ini, dari pengancaman lewat telepon, ancaman secara verbal, bahkan mengajak berduel di tempat. Dan hal ini terjadi berkali-kali,” papar sarjana arsitektur Universitas Trisakti ini.

“Pendekatan yang kami lakukan selama ini dalam menyelesaikan masalah adalah persuasif, berbicara baik-baik dengan mereka yang tidak puas serta minta penjelasan. Kami pun menjelaskan baik buruknya keputusan kami apabila dipengaruhi hal-hal yang lain yang subyektif. Keselamatan perusahaan dan orang banyak yang dipertaruhkan bila orang yang tidak layak mengemudi dipaksakan untuk lulus,” papar penghobi balap ini.
“Tugas yang kami emban memang tidak mudah. Kadang kami harus mengatur strategi dalam berbicara, seperti menyesuaikan dengan kultur, mood, dan background pendidikan dari masing-masing wilayah yang beragam di Indonesia. Sebab salah-salah kata berakibat mereka menutup diri, bahkan bisa fatal, karena gagal paham dalam mengajar,” tutur pengagum Mahfud MD, Quraish Shihab, dan Mario Teguh ini.
“Ada tiga poin yang menjadi dasar rujukan kami dalam menentukan kelulusan peserta, yakni Attitude yang baik, Skill yang cukup, dan Pengetahuan dasar safety. Apabila peserta tidak memenuhi tiga poin di atas, kami akan memandu sampai bisa, selama ia berusaha,” imbuhnya.
“Sebaliknya, ada tiga poin juga yang bisa membuat peserta tidak lulus, yakni Ageressive/merasa pintar (sehingga cenderung pamer), Sakit/tidak full hadir, Acuh tak acuh/ogah-ogahan,” ujarnya.

Baca juga: Honda Super Cub Zaman Milenial, Spek dan Harganya Bikin Kaget!
KISAH SERU KETIKA MENGAJAR TNI DAN POLRI
1. Mengajar Paspampres tahun 2004 dan 2006. Mereka sangat punya skill dan smart. Selain itu, kemauan dan keingintahuan mereka sangat besar tentang keselamatan.
2. Mengajar polwan, saat sesi tire blowup/skid control, beberapa kali kejadian selip, mereka lepas tangan dan menutup muka saat selip.
3. Mengajar polisi lalu lintas di Sulawesi, mungkin karena merasa bisa dan ingin pamer, oknum tersebut tidak dapat mengontrol mobilnya saat selip, dan berujung masuk selokan kedua bannya.
4. Mengajar polisi buser, kami menghukum buser (pushup 10 kali) setiap kali yang bersangkutan gagal/grogi/tremor tangan (hukuman itu atas perintah komandannya).
5. Mengajar polisi patwal Jabar, saat selip dan yang bersangkutan menabrak karung pasir, mobil sudah tidak bisa jalan tapi gas tetap diinjak. Mobil tetap matung (tidak bergerak) .
6. Mengajar di Polda Jogjakarta, karena grogi atau ingin pamer, saat itu yang bersangkutan show off dan gagal operasional. Akibatnya, gearbox mobil test rontok.
Kesimpulannya, melakukan kontrol terhadap kendaraan saat kondisi ekstrem tidak semua orang mampu. Tapi dengan latihan yang rutin, akan menjadi biasa dan bisa.
“Satu hal yang belum kesampaian adalah mengajar BNN dan Densus 88,” tutup Sony yang mendapat lisensi trainer dari berbagai lembaga, seperti Holden Safety Driving (New Zealand), Ikatan Motor Indonesia (IMI), dan BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi).

(Foto-foto: stephenlangitan, enginesport, maruplayground, otoniaga)
Leave a Reply