Belakangan ini marak kasak kusuk di masyarakat soal adanya mobil bermerek lokal namun dianggap oleh sebagian masyarakat hanya rebadging (ganti merek). Orang yang skeptis melihat mobil itu bukan hasil rancang bangun bangsa sendiri, melainkan mobil impor yang dipasangi merek lokal.
Sebenarnya, rebadging di dunia mobil bukan hal yang aneh. Ada ratusan mobil di dunia ini yang dijual dengan merek beda. Misalnya, Baojun 530 asal China dijual di Indonesia sebagai Wuling Almaz, di Thailand sebagai Chevrolet Captiva, dan di India sebagai MG Hector.
Contoh lainnya adalah Suzuki Baleno diganti merek sebagai Toyota Glanza di India, dan Suzuki Ertiga sebagai Proton Ertiga di Malaysia.
Merek Suzuki Jimny di Indonesia dijual sebagai Chevrolet Jimny di Venezuela, Ekuador, dan Kolombia.
Ada pula merek Toyota Alphard di Indonesia dijual dengan merek Lexus LM di China.
Nissan X-Trail dijual di Amerika Serikat dan Kanada sebagai Nissan Rogue. Mitsubishi Outlander dijual sebagai Citroen C-Crosser di Eropa. Kia Pride dijual sebagai Saipa Nasim di Iran.
Dan masih ada ratusan contoh rebadging lainnya yang terlalu banyak untuk disebutkan.
Rebadging sendiri merupakan hasil dari aliansi antar manufaktur mobil demi efisiensi produksi, merangkul pasar tertentu, dan ujungnya meningkatkan profit.
Di bawah ini infografis aliansi manufaktur mobil di dunia. Kelompok-kelompok manufaktur mobil ini tentu bekerja sama dan saling berbagi platform serta komponen. Bahkan berbagi produk mobil utuh untuk diganti mereknya (rebadging).
Lantas apa yang aneh? Yang aneh adalah bila rebadging ini disamarkan atau tidak diakui secara resmi. Sebab hal ini cenderung membiarkan calon konsumen untuk tidak mendapat kepastian informasi atas produk yang diminatinya.
Leave a Reply