Apakah masih relevan kalau ada peserta konvoi yang berpikir akan tersesat?
Hingga kini masih sering terlihat konvoi mobil atau motor yang ugal-ugalan, di mana para peserta konvoi memegang prinsip ‘ular yang tidak bisa terputus’.
Prinsip itu membuat para pesera memaksakan diri untuk terus menempel dengan peserta konvoi di depannya. Bahkan tidak ragu untuk menyalip kendaraan lain secara sembrono, atau mengabaikan keselamatan penyeberang jalan, hanya agar tidak ketinggalan rombongan.
Ketinggalan rombongan? Inilah pangkal masalahnya. Masalah yang di jaman sekarang seharusnya tidak ada lagi.

Pola pikir jadul (jaman dulu) membuat para peserta konvoi jadi gaptek (gagap teknologi).
Di jaman dulu ketika orang tidak memiliki ponsel dan aplikasi navigasi, ketinggalan rombongan bisa berarti tersesat atau tercecer tanpa tau teman-teman ke arah mana.
Itu jamam dulu.
Tapi jaman sekarang ini dengan ponsel, kita dengan mudah menelepon teman untuk menanyakan arah kalau tertinggal rombongan.
Bahkan tidak usah menelepon teman, sebab dengan aplikasi navigasi, kita bisa mendapat petunjuk arah sesuai tujuan yang ingin dicapai rombongan.

Berkat pemanfaatan teknologi, peserta konvoi tidak perlu memaksakan diri menempel peserta di depannya dan mengabaikan keselamatan di jalan.
Prinsip ‘ular yang tidak bisa terputus’ sudah tidak relevan lagi di masa sekarang.
Prinsip itu hanya relevan untuk konvoi truk pengangkut uang atau barang berharga lain, agar tidak mudah dipecah oleh pembajakan atau perampokan.
Konvoi kepala negara dan tamu negara juga masih relevan untuk tidak terputus, demi alasan keamanan.
Blarr!
Leave a Reply