Seorang pembaca Autoblarr melayangkan e-mail kepada Redaksi yang berisi pertanyaan seputar mobil hybrid dan mobil listrik (electric vehicle/EV).
“Redaksi yth kalau punya pilihan utk beli hybrid atau full EV mending yg mana? Terutama dari sisi fleksibilitas pemakaiannya. Trims,” demikian tulis pembaca yang berdomisili di kawasan Pamulang, Banten, itu.
Memang secara perlahan tapi pasti, mobilitas publik akan didominasi kendaraan hybrid dan listrik. Tidak terlalu lama lagi, mungkin orang akan berkata, “Sudah gak relevan pakai mobil konvensional (bermesin bakar belaka).” Musababnya adalah upaya penghematan bahan bakar fosil dan aksi nyata pengurangan emisi karbon.
Namun, seperti pertanyaan pembaca tadi, bila harus memilih berdasarkan fleksibilitas, mana yang lebih baik: hybrid atau full listrik?
Apa itu fleksibilitas? Bahasa lainnya ‘keluwesan’ alias tidak ngerepotin. Misalnya, bisa santai mengemudi jarak jauh tanpa takut terhenti di jalan karena kehabisan bahan bakar atau kehabisan isi baterai.
Contoh lainnya, kita bisa santai mengatur uang perjalanan karena irit sekali biaya jalannya. Luwes juga bisa berarti tersedianya banyak stasiun pengisian bahan bakar atau soket listrik.
Ada dua jenis mobil hybrid: hybrid standar dan plug-in hybrid (PHEV/plug-in hybrid electric vehicle).
Mobil hybrid standar menggunakan pengereman regeneratif dan putaran mesin bakar untuk mengisi daya baterai. Baterai kendaraan hybrid standar tidak bisa diisi di stasiun pengisian daya listrik.
Sementara itu, baterai mobil plug-in hybrid (PHEV) bisa diisi di soket listrik. Ini membuat PHEV lebih mirip dengan kendaraan yang full listrik (EV).
PHEV umumnya memiliki baterai listrik yang lebih besar daripada mobil hybrid standar. Selain itu, PHEV juga mampu berkendara hanya dengan daya listrik (mesin bakar dimatikan).
Namun, biasanya, baik hybrid standar maupun PHEV punya jarak tempuh baterai yang lebih pendek ketimbang kendaraan full listrik (EV). Dan kapasitas baterai mobil hybrid standar serta PHEV dirancang hanya untuk melengkapi kinerja mesin bakar, sekaligus membantu memaksimalkan efisiensi bahan bakar.
Beberapa mobil hybrid menawarkan mode penggerak khusus baterai, yang mungkin hanya tersedia untuk kecepatan rendah dan/atau jarak tempuh pendek. Sedangkan mobil hybrid lain tidak punya mode khusus baterai, melainkan secara otomatis menarik daya hanya dari baterai di bawah kecepatan tertentu (misalnya di bawah 30 km/jam). Itulah sebabnya mereka seringkali jauh lebih efisien saat berkendara di kota.
Mobil hybrid bisa menjadi investasi yang menguntungkan, tergantung pada kebutuhan dan gaya hidup Anda. Sekali lagi, walau hybrid standar maupun PHEV punya baterai listrik, toh kapasitasnya lebih kecil dibanding baterai mobil EV.
Jika Anda sehari-hari cuma menempuh jarak pendek, mungkin lebih banyak memakai baterai. Kalau seperti ini kondisinya, mobil hybrid lebih masuk akal. Sebab Anda tidak harus memakai mesin bakar dan sering merogoh uang untuk bensin.
Sebaliknya, jika perjalanan Anda panjang, mobil hybrid mungkin kurang pas. Sebab, inti penghematan hybrid adalah karena tidak harus berhenti di pompa bensin sesering mobil bermesin bakar konvensional.
Mengemudi jarak jauh yang melebihi kapasitas jangkauan baterai pada hybrid Anda, akan membuat Anda sering mampir ke pompa bensin.
Kendaraan hybrid paling efektif untuk menghemat uang saat perjalanan Anda singkat, dan Anda bisa mengandalkan baterai listrik yang kecil itu untuk sebagian besar perjalanan.
Adapun mobil listrik (EV) menjanjikan keekonomisan dan keluwesan yang mantap bila tidak ada ancaman kehabisan isi baterai. Namun, hingga awal tahun 2020, jarak tempuh terjauh baterai mobil listrik yang sudah diperjualbelikan secara luas, yakni Tesla Model S dan Tesla Model 3 barulah 600 kilometer. Sementara itu, mobil EV terlaris di dunia, Nissan Leaf, baru bisa menempuh 240 kilometer.
Kalau kita jalan-jalan ke luar kota, tidak akan merasa bebas bergerak dan berimprovisasi dalam mencari tujuan wisata, atau mengeksplorasi (blusukan) mencari tempat makan enak, karena khawatir kehabisan baterai.
Sedangkan untuk mengisi ulang baterai Tesla sampai penuh, diperlukan waktu 32 jam di soket listrik rumah dan 44 menit di stasiun pengisian cepat. Adapun Leaf perlu waktu charging 8–12 jam di rumah dan 40–60 menit di stasiun isi cepat.
Kembali ke pertanyaan pembaca di atas, mana yang lebih fleksibel? Memiliki EV saat ini, ketika infrastruktur pengisian baterai di Indonesia belum ada di mana-mana, maka akan sangat merepotkan, dan menghkawatirkan.
Sedangkan bila memiliki mobil hybrid (standar atau pun PHEV) saat ini, tidak ada risiko berhenti di jalan karena kehabisan isi baterai. Sebab mesin bakar dan sistem pengeremannya akan selalu mengisi baterai. Sedangkan mesin bakar tidak akan kekurangan bensin karena SPBU ada di mana-mana.
Berapa lama di Indonesia akan bertebaran stasiun pengisian listrik? Pertanyaan ini agak sulit dijawab. Namun, kami prediksi tidak dalam 15 tahun ke depan.
Jadi, untuk saat ini, mobil hybrid standar maupun PHEV masih menjadi pilihan paling oke. Paling irit bahan bakar dan luwes.
(Foto: wisata lengkap)
Leave a Reply