BJ Habibie seolah identik dengan industri pesawat terbang IPTN yang kini berganti nama menjadi Dirgantara Indonesia (DI). Wajar saja karena industri strategis milik negara itu memang digagas BJ Habibie. Namun sebenarnya Presiden ke-3 Indonesia itu memiliki pabrik pesawat terbang yang bukan milik negara, yakni Regio Aviasi Industri (RAI).
Perusahaan pribadinya ini didirikan pada tahun 2012 dengan kantor di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. BJ Habibie duduk sebagai Chairman, dan dibantu Sugiharto sebagai komisaris independen serta Agung Nugroho sebagai presiden direktur.
RAI memiliki visi menjadi industri pesawat terbang regional terdepan. Salah satu produk yang sedang digarap adalah pesawat R80 Regioprop, yakni pesawat baling-baling bermesin turbo generasi baru. R80 mampu mengangkut 90 penumpang, memiliki 2 pintu masuk, 2 pintu service, dan 2 pintu kargo.
Pesawat yang panjangnya 32,3 meter dan lebarnya 30,5 meter ini berdasarkan info dari web site resmi RAI telah diminati sebanyak 155 unit oleh berbagai maskapai regional.
R80 dikembangkan dalam 3 tahap (phase), yakni desain awal, pembuatan prototipe, hingga produksi massal. Sampai saat ini, perjalanan R80 masih terhenti di tahap menjelang pembuatan prototipe.
“Kalau R80 tidak diteruskan pembuatannya, maka SDM Indonesia kembali seperti di tahun 1945,” ujar BJ Habibie dalam wawancara dengan Metro TV beberapa tahun lalu.
“Kami perlu dukungan pemerintah, dalam bentuk financing atau apa pun,” cetus BJ Habibie.
Beliau kini telah tiada karena dipanggil Yang Maha Kuasa pada tanggal 11 September 2019. Agaknya kiprah Regio Aviasi Industri (RAI) akan diteruskan oleh kedua anak beliau yang juga merupakan pakar teknologi dan industri pesawat terbang.
(Foto: web RAI)
Leave a Reply