Hancock (2008) berbeda dengan film super hero lain yang mengeksplorasi kekuatan dan kemenangan sang jagoan. Layar perak ini sejak awal menggambarkan sang super hero sebagai orang yang bernasib malang: kesepian, dibenci publik, dan lupa jati dirinya (karena semacam amnesia).
Sekitar 80 tahun ia mencari jati dirinya, namun tidak juga ketemu. Tokoh John Hancock (diperankan Will Smith) merasa tidak ada orang yang mengenal dirinya, untuk bisa ia tanya tentang kehidupannya, yang telah hilang dari memori otaknya.
Apakah ia benar-benar sendirian? Hancock memang sempat merasa ialah satu-satunya yang tersisa dari kaumnya, yakni kaum super hero yang bisa terbang dan punya tenaga dahsyat (sehingga ditabrak kereta api pun, keretanya yang hancur).
Tapi ternyata, Hancock tidak sendirian. Ia masih punya istri bernama Mary (diperankan Charlize Theron). Namun, Mary sudah menikah dengan seorang pria biasa dan hidup menyamar sebagai wanita biasa. Padahal, Mary punya kemampuan dan kekuatan seperti Hancock.
Masalahnya adalah bila Hancock berada di dekat Mary, maka kedua makhluk super itu secara perlahan akan melemah dan menjadi manusia biasa yang tidak kebal pisau dan peluru.
“Kita menjadi manusia biasa kalau hidup bersama, agar kita bisa merasakan hidup normal seperti kebanyakan manusia,” ujar Mary menjelaskan kepada Hancock mengapa ia seolah sendirian selama ini.
Sutradara Peter Berg dengan apik mengemas relasi sepasang super hero ini menjadi romantika yang sangat pedih dan perih. Mereka saling mencintai satu sama lain, tapi tidak bisa bersama untuk alasan tertentu.
Namun terasa pula aroma poliamori (mencintai lebih dari satu orang) yang dipertontonkan tokoh Mary. Sebagai wanita, ia memilih tetap hidup bersama suami manusia biasanya, namun tetap mengakui John Hancock sebagai belahan jiwanya. Agak membingungkan dan tricky memang, tapi justru di sinilah keunikan film berdurasi 93 menit ini.
Dan memang untuk jenis film romantis-pedih, Charlize Theron adalah aktris yang paling cocok memerankan tokoh wanitanya. Wajah cantik tapi sendu yang dimilikinya telah sukses menguras emosi penonton ketika ia bermain di dalam Sweet November (2001). Beradu akting dengan Keanu Reeves, sungguh Charlize Theron berhasil membuat film itu sebagai salah satu film romantis-pedih terbaik di dunia (menurut penulis).
Berawal dalam hidup yang sepi dan sendiri, pada akhirnya John Hancock berakhir dalam kesendirian lagi. Terasa tidak adil memang, tapi plot seperti inilah yang menjadi “penguat rasa” di dalam film jenis romantis-pedih. Sejenis kisah yang akan sulit dilupakan oleh penontonnya.
Banyak artikel yang mengidentifikasi Hancock sebagai sebuah film komedi. Itu sah-sah saja. Namun, bagi penulis, bumbu komedi di dalam film itu hanyalah kamuflase agar Hancock tidak terlalu bernuansa super hero, serta agar penderitaan John Hancock tidak terlalu menyesakkan dada penonton.
Berikut ini kutipan dialog John Hancock yang layak dikutip karena maknanya mendalam:
Hancock: Gotta wonder, though. What kind of bastard must I have been, that nobody was there to claim me? I mean, I’m… I’m not the most charming guy in the world, so I’ve been told, but… nobody?
Terjemahan bebasnya:
Aku bertanya-tanya, orang brengsek macam apa aku selama ini, sehingga tidak ada orang yang mengakui diriku. Maksudku, aku… aku memang bukan orang yang paling menarik di dunia ini, dan aku sudah menyadari itu, tapi… tak seorang pun? (mengakui aku sebagai saudaranya, suami, atau kenalannya)
Leave a Reply