Panggilan telepon terakhirnya tercatat pada jam 09:14 pagi, sekitar saat suaminya, salah seorang pria terkaya di Norwegia, melewati kamera keamanan di pintu masuk perusahaan energi dan investasi properti miliknya.
Tidak lama kemudian, pagi itu –lebih dari 18 bulan yang lalu– Anne-Elisabeth Falkevik Hagen, 68 tahun, menghilang dari rumahnya di pinggiran kota Oslo.
Ketika polisi Norwegia menyelidiki, mereka hanya menemukan strip plastik, jejak sepatu, beberapa noda darah, serta ponsel Ny. Hagen.
Anjing kecil peliharaan pasangan itu dikunci di kamar mandi, dan di tempat tidur tergeletak catatan permintaan tebusan yang ditulis dengan tata kalimat buruk tetapi sangat rinci meminta USD 9,5 juta, yang harus dibayar dalam mata uang digital cryptocurrency bernama Monero.
Pada awalnya, polisi menangani masalah itu sebagai kasus penculikan dan permintaan tebusan. Polisi juga meminta media Norwegia untuk tetap diam. Namun, setelah beberapa bulan, polisi semakin yakin bahwa petunjuk yang mereka temukan di rumah itu seolah sengaja ditaruh untuk menutupi fakta bahwa sebenarnya Ny. Hagen dibunuh.
Keyakinan itu membuat polisi pada Januari 2019 membiarkan media memberitakan kasus itu, dengan harapan seseorang di suatu tempat dapat menjelaskan apa yang telah terjadi.
Tidak jelas apakah ada orang yang melakukannya, tetapi berita di media membuat heboh masyarakat Norwegia. Akhir bulan April lalu, kasus ini semakin sensasional ketika sang suami, Tom Hagen, 70 tahun, ditangkap karena dicurigai telah mengatur pembunuhan istrinya.
Tetapi tanpa jasad, senjata pembunuhan, atau motif yang jelas, polisi terpaksa melepaskan Hagen seminggu kemudian atas perintah Mahkamah Agung Norwegia.
Kasus pelik ini sekarang “menghantui” warga Norwegia, sebuah negara Skandinavia di mana pembunuhan jarang terjadi, dan kejahatan biasanya hanya merupakan kisah serial TV dan buku fiksi.
“Kami belum pernah melihat yang seperti ini di Norwegia,” kata Leif Lier, seorang mantan kepala polisi Oslo yang dikenal karena menemukan lukisan “Scream” karya Edvard Munch yang dicuri pada tahun 1994.
“Saya mengikuti setiap kelokan dan tikungan kasus ini, setiap perkembangan.”
Pada hari hilangnya Ny. Hagen, tanggal 31 Oktober 2018, Hagen pulang dari kerja sekitar jam makan siang dan menemukan permintaan uang tebusan. Ponsel istrinya menunjukkan panggilan dari seorang tukang listrik yang tidak dijawab pada jam 9:48, yang berarti Ny. Hagen lenyap sebelum itu, kata polisi.
Sementara itu, karyawan mengkonfirmasi bahwa Hagen sedang bekerja di kantornya pada saat telepon tak terjawab itu berbunyi. Jarak kantor ke rumah Hagen adalah delapan menit memakai mobil.

Hagen, yang kekayaannya sekitar USD 190 juta (sekitar Rp 2,8 triliun), menghasilkan uang sebagai pendiri sebuah perusahaan utilitas, Elkraft, yang melayani seluruh kawasan Skandinavia (Norwegia, Swedia, Denmark, dan Finlandia). Dia juga memiliki resor ski besar dan properti lainnya.
Muncul juga cerita bahwa pada tahun 1993, pasangan yang memiliki tiga anak yang sudah dewasa itu mengubah kontrak pernikahan mereka. Jika terjadi perceraian, Ny. Hagen hanya akan mendapatkan furnitur, mobil, dan hak atas tanah yang ia warisi dari orang tuanya sendiri.
Pada awalnya, hal itu tampaknya menghilangkan motif bagi Hagen untuk menghabisi istrinya. Tetapi para ahli hukum dengan cepat ragu apakah perjanjian itu akan berlaku di pengadilan.
Pengacara Hagen, Svein Holden, mengatakan bahwa pasangan itu tidak mengalami gejolak perkawinan pada saat Ny. Hagen menghilang. “Sepanjang pernikahan ada saat-saat yang sulit,” katanya, “tetapi mereka tidak memiliki masalah baru-baru ini.”
Hagen, melalui pengacaranya, menyangkal keterlibatannya dalam kasus lenyapnya sang istri, dan mengatakan kepada polisi bahwa ia mungkin punya musuh yang ingin menyakitinya dengan cara menyakiti istrinya.
Namun, jika benar dia memiliki musuh, tentu Hagen akan ketat soal pengaturan keamanan dirinya. Kenyataannya, rumah sederhana yang ditempatinya di sebuah jalan buntu di luar Oslo tidak memiliki kamera keamanan, dan tamu bisa berjalan langsung ke depan pintu.
Tetangga mereka, Rolf Arne Letvik, mengatakan dia dan Hagen sama-sama membangun rumah mereka pada tahun 1980. “Anak-anak kami tumbuh bersama di sini,” kata Letvik yang menambahkan tentang Hagen: “Dia adalah orang yang ramah, ramah, dan ramah.”
Alamat dan nomor telepon pribadi Hagen bisa dengan mudah ditemukan secara online, meskipun ia adalah semacam technophobe (gaptek). Hagen tidak pernah memainkan komputer, tidak bisa menulis email, dan sehari-hari memakai ponsel Nokia lama.
Pada pekan-pekan awal setelah hilangnya Ny. Hagen, jauh sebelum Hagen menjadi tersangka, keluarga dan polisi telah melakukan negosiasi dengan para penculik yang berkomunikasi melalui transaksi bitcoin yang kecil. Pembayaran dilakukan sesuai permintaan dan respons yang berbeda-beda dari penculik.
Namun, setelah kontak awal itu, berpekan-pekan berlalu tanpa ada kabar dari para penculik sesuai harapan polisi.
Akhirnya, frustrasi dengan lambatnya investigasi, polisi mengizinkan media melaporkan apa yang mereka ketahui. Meski begitu, investigasi tetap tidak membuahkan hasil.
Pada bulan Juli 2019, Hagen mentransfer USD 1 juta lebih sedikit kepada para penculik yang berjanji akan memberikan bukti bahwa Ny. Hagen masih hidup. Tapi tidak ada kabar lanjutan dari penculik.
Penyelidikan kasus ini dipimpin oleh seorang perwira polisi generasi keempat, Tommy Broske, yang memimpin sebuah tim beranggotakan 200 orang. Broske, 48 tahun, yang pada waktu senggangnya bermain drum di sebuah band jazz, Whereabouts, sempat populer di Norwegia karena berhasil mengamankan perbatasan Norwegia dengan Swedia dari penyelundup obat bius dan geng motor Bandidos.
Tapi dia mengatakan bahwa kasus Ny. Hagen adalah “kasus paling sulit yang pernah saya selidiki.”
Bekerja secara metodis meskipun ada tekanan, Broske mulai menghilangkan sejumlah skenario potensial. Bunuh diri disingkirkan, demikian juga dugaan Ny. Hagen melarikan diri dari suaminya. Alasannya mengapa Ny. Hagen meninggalkan catatan tebusan yang begitu rumit dan menyuruh seseorang berpura-pura sebagai penculik dan bernegosiasi dengan polisi serta keluarga?
“Secara statistik, yang paling sering melakukan kejahatan seperti itu adalah suami,” kata wartawan Adne Husby Sandnes, yang dengan rekannya Gordon Andersen telah mendominasi laporan kasus ini. “Tapi kasus seperti ini selalu mengejutkan akhirnya.”
Sandnes dan Andersen, rekannya di koran Norwegia VG, adalah pasangan yang aneh. Andersen, 48 tahun, punya lima anak dan tubuhnya ditutupi tato. Sedangkan Sandnes berusia 26 tahun dan mengendarai Porsche 911 keluaran tahun 2000.
Akhirnya, akhir bulan April lalu, ketika Hagen mengemudi untuk bekerja, beberapa mobil polisi memaksanya menepi dan menangkapnya. “Setelah 18 bulan penyelidikan, polisi telah sampai pada titik di mana kami yakin ada cukup alasan untuk mencurigai Tom Hagen tentang pembunuhan atau keterlibatan dalam pembunuhan Anne-Elisabeth Falkevik Hagen,” kata Broske dalam sebuah pernyataan.
“Kami sekarang percaya tidak ada penculikan dan tidak pernah ada negosiasi yang asli dengan penculik,” katanya dalam pernyataan itu.
“Dengan kata lain, kami percaya bahwa ada upaya yang jelas dan terencana untuk menyesatkan polisi.”
Pengadilan setempat mengkonfirmasi surat perintah penangkapan, dan menjebloskan Hagen ke dalam tahanan. Namun kemudian Mahkamah Agung memerintahkan pembebasannya.
“Tidak ada alasan yang masuk akal untuk mencurigai klien saya, dua dari tiga hakim memutuskan begitu,” kata Holden, pengacara Hagen.
Polisi mencoba menangkap kembali Hagen pada hari yang sama, 8 Mei 2020, tetapi gagal.
Kemudian polisi punya tersangka baru, seorang ahli cryptocurrency yang belum diidentifikasi. Namun dia dibebaskan dua hari kemudian, tetapi didakwa dengan tuduhan bantuan penculikan.
“Ini sederhana. Ada pihak yang ingin klien saya berinvestasi, dan klien saya tidak melakukannya,” kata Holden.
Sang pengacara juga bertanya-tanya mengapa polisi tidak mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk menemukan Ny. Hagen. “Polisi ada di terowongan,” katanya. “Mereka tidak dapat melihat apa pun kecuali Tuan Hagen.”
Untuk saat ini, investigasi Broske dan timnya seolah mandek, tetapi ia mengatakan tetap bertekad memecahkan kasus ini.
“Tujuan kami masih ingin menemukan Anne-Elisabeth Falkevik Hagen,” tulis jaksa penuntut dalam sebuah pernyataan setelah Hagen dibebaskan. “Kami ingin mencari tahu apa yang terjadi padanya dan siapa yang jadi otak kejahatan ini.”
(Sumber: New York Times)
Leave a Reply