(Ini sekadar sebuah inspirasi. Dan tanpa bermaksud merendahkan satu pihak sambil meninggikan yang lain. Hikmah bisa kita ambil dari mana pun.)
Koresponden Autoblarr menemukan sebuah fakta menarik. Ia berkenalan dengan seorang tukang ojeg di sebuah lokasi di kabuaten Cianjur. Kemudian lambat laun bertandang ke rumah tukang ojeg itu. Dan didapatinya sebuah rumah yang relatif bagus. “Saya membangunnya bertahap, karena uangnya dikumpulkan dulu, lalu membangun. Uang habis berhenti dulu. Kalau uang terkumpul lagi, pembagunan diteruskan,” ujar pria berusia sekitar 45 tahun itu.
Ia mulai ngojek setelah sholat subuh. Mangkal di sebuah pertigaan. Kalau siang ia pulang untuk makan dan sholat duhur. Setelah itu kembali ngojek sampai menjelang magrib untuk pulang dan beristirahat hingga keesokan subuhnya. Itulah rutinitasnya. Hanya di hari Jumat ia libur, atau di hari apa pun bila ia ingin.
Anak sulungnya (perempuan) sekolah setingkat SMA, sedangkan anak keduanya (laki-laki) sekolah SD. Istrinya bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah seorang pemilik toko emas. Kerjanya berangkat pagi pulang sore. Jumat juga libur.
Menurut pengamatan koresponden Autoblarr, kehidupan berjalan nyaman, tenang, dan damai bagi keluarga itu.

Hal serupa kembali ditemui pada kehidupan seorang penjual batagor keliling. Berjualan tidak setiap hari (banyak liburnya) ia pun tampak menjalani kehidupan yang tenang di sebuah desa yang sejuk di kawasan kabupaten Cianjur.
Rumahnya pun terlihat relatif bagus. Namun, sejauh pengamatan koresponden Autoblarr, ia membangun rumahnya dengan tenaga sendiri, dibantu adiknya. Boleh dibilang ia pun terampil sebagai pekerja bangunan. Dan tentu saja pembangunan dilakukan bertahap, sesuai terkumpulnya uang hasil berjualan batagor.
Buah yang bisa kita petik dari fakta ini adalah kehidupan yang nyaman tidak hanya bisa didapat dari jabatan yang mentereng atau status pegawai di kantor yang keren. Tukang ojeg dan penjual batagor itu tidak perlu stress dengan kemacetan jalanan kota setiap hari. Tidak perlu terikat dengan keharusan masuk kantor tiap hari (bahkan ada kantor yang meminta pegawainya lembur di hari Sabtu dan Minggu).
Mereka memang hidup sederhana. Tanpa kebiasaan nonton film di bioskop, makan di restoran, atau pelesiran. Mereka hanya mengejar tempat tinggal yang layak, dengan pola hidup yang nyaman, dan waktu beribadah yang cukup. Tubuh mereka pun boleh jadi sehat, karena banyak bergerak dan bisa beristirahat dengan cukup.

Sementara itu, para pegawai di kota besar hidup dalam tekanan berat lalu lintas, tekanan pekerjaan, dan berbagai tagihan (akibat gaya hidup kota). Bahkan banyak pegawai di kota yang hanya mampu indekos untuk tempat tinggal, atau mengontrak rumah, sedangkan gaji mereka tiap bulan habis untuk kebutuhan (plus gaya hidup) yang tinggi.
Blarr!
Leave a Reply