Pengadilan Uganda pada hari Kamis (30/7/2020) menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara kepada seorang pria karena membunuh gorila gunung di Taman Nasional Bwindi.
Gorila silverback bernama Rafiki –yang berarti ‘teman’ dalam bahasa Swahili– diyakini berusia sekitar 25 tahun.
Dia ditemukan tewas bulan lalu karena luka tombak. Felix Byamukama, seorang penduduk desa terdekat, ditangkap dan mengaku membunuh gorila itu, dengan alasan untuk membela diri, menurut Otoritas Margasatwa Uganda/Uganda Wildlife Authority (UWA).
Pihak berwenang mengatakan Byamukama dihukum penjara 11 tahun karena membunuh Rafiki “dan satwa liar lainnya” di taman nasional itu.
Byamukama mengaku bersalah atas tiga dakwaan termasuk memasuki area terlindung secara ilegal dan membunuh duiker serta babi hutan.
Direktur eksekutif UWA Sam Mwandha mengatakan: “Kami merasa lega bahwa Rafiki telah menerima keadilan dan ini harus menjadi contoh bagi orang lain yang membunuh satwa liar langka.”
Rafiki memimpin sebuah keluarga yang terdiri dari 17 gorila, yang sudah terbiasa dengan manusia di taman nasional. Hal itu memungkinkan wisatawan mendaki dan memasuki hutan untuk melihat mereka.
Harapan hidup gorila di alam sekitar 35 tahun. Otoritas margasatwa menggambarkan pembunuhan Rafiki sebagai “pukulan hebat” setelah upaya konservasi intensif gorila ditingkatkan dari “terancam punah” menjadi “terancam” pada tahun 2018.
Populasi gorila tumbuh dari sekitar 680 individu pada 2008 menjadi lebih dari 1.000. Habitat gorila gunung terbatas pada kawasan hutan lindung yang mencakup hampir 800 kilometer persegi (300 mil persegi) di dua lokasi –Virunga Massif dan Bwindi Sarambwe– yang membentang melintasi Republik Demokratik Kongo, Rwanda, dan Uganda.
Pembunuhan Rafiki terjadi ketika insiden perburuan sedang meningkat di Uganda, yang telah memberlakukan lock down ketat selama pandemi coronavirus.
“Kami telah memperhatikan peningkatan insiden perburuan liar di taman nasional kami setelah penutupan pusat pariwisata kami karena COVID-19,” kata Mwandha UWA kepada AFP.
“Apa yang kami selidiki adalah siapa yang berada di balik kasus perburuan liar. Karena lock down, masyarakat di sekitar taman memburu satwa liar sebagai sumber penghidupan? Atau apakah ini jaringan kriminal di balik meningkatnya perburuan liar? Apakah tidak adanya pariwisata di taman yang memfasilitasi perburuan liar?”
“Apa pun jawabannya, insiden perburuan liar menjadi alasan untuk khawatir dan kami telah mengintensifkan patroli di taman nasional,” tambahnya.
Leave a Reply